Rabu, 26 Februari 2014

Sholat

BAB SHALAT


BAB SHALAT 
Shalat dalam bahasa artinya do’a dan dalam ilmu fiqih ialah semua perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir (Allahu Akbar) dan diakhiri dengan taslim (assalamu a’alikum). Shalat merupakan ibadah yang paling mulia diwajibkan lima waktu sehari semalam atas umat Nabi Muhammad saw pada malam isra’ dan mi’raj.
Kewajiban ini telah diterangkan dalam hadist Rasulallah saw
عَنْ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ يُسْمَعُ دَوِيُّ صَوْتِهِ وَلا نَفْقَهُ مَا يَقُولُ ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلامِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ، قَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَالَ : لا ، إِلا أَنْ تَطَّوَّعَ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَصِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ ، قَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ ؟ قَالَ : لا ، إِلا أَنْ تَطَّوَّعَ ” . قَالَ : وَذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ ، فَقَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا ؟ قَالَ : ” لا ، إِلا أَنْ تَطَّوَّعَ ” . قَالَ : فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ : وَاللَّهِ لا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلا أَنْقُصُ مِنْهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ (رواه الشيخان)
Dari Thalhah bin Ubaidillah ra, ia berkata: “Seorang penduduk Najd telah datang menghadap Rasulullah saw dengan keadaan rambutnya yang kusut. Kami mendengar nada suaranya tetapi tidak memahami kata-katanya sehingga ia mendekatinya. Dia terus bertanya mengenai Islam. Lalu Rasulullah saw bersabda: Islam adalah shalat lima waktu sehari semalam. Lelaki tersebut bertanya lagi: Masih adakah shalat lain yang diwajibkan kepadaku? Rasulullah saw menjawab: Tidak, kecuali jika engkau ingin melakukannya secara sukarela yaitu shalat sunat. Seterusnya kamu hendaklah berpuasa pada bulan Ramadan. Lalu lelaki tersebut bertanya lagi: Masih adakah puasa lain yang diwajibkan kepada ku? Rasulallah saw menjawab dengan bersabda: Tidak, kecuali jika engkau ingin melakukannya secara sukarela yaitu puasa sunat. Rasulullah saw meneruskan sabdanya: Keluarkanlah zakat. Kemudian lelaki tersebut bertanya: Adakah terdapat zakat lain yang diwajibkan kepadaku? Rasulallah saw menjawab dengan bersabda: Tidak, kecuali jika engkau ingin mengeluarkannya secara sukarela yaitu sedekah. Kemudian lelaki itu berpaling sambil berkata: Demi Allah, aku tidak akan menambah dan menguranginya. Rasulullah saw bersabda: Dia amat beruntung jika menepati apa yang telah diucapkannya” (HR Bukhari Muslim)
Hikmah Shalat
Perintah shalat adalah perintah yang diterima Nabi saw secara langsung dari Allah, tidak melalui perantaraan Jibri atau wahyu seperti perintah puasa, zakat atau ibadah Haji. Perintah ini diterima oleh beliau pada saat bertemu dengan Allah dalam perjalanan beliau Isra’ dan Mi’raj
Perintah Allah kepada hambaNya agar bersujud dalam shalat merupakan pernyataan kehinaannya kepada-Nya. Makanya Allah memerintahkan untuk sujud dalam setiap raka’at shalat sebanyak dua kali, berlainan dengan rukun- rukun lainya diperintahkan hanya satu kali. Dengan adanya shalat lima waktu berarti seorang Muslim bersujud kepada Allah 34 kali sehari semalam, dan dengan sujud berarti ia rela menghambakan dirinya kepada-Nya yang menjadi tujuan hidup bukan suatu penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah.
Ibadah shalat merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Karena dengan shalat ia akan tercegah dari segala bentuk kejahatan dan kekejian. Kenyataan ini membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah orang yang paling minim melakukan kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya.
Dan yang terpenting shalat merupakan ibadah mulia lagi agung. Karena shalat merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi kepada umatnya.
Allah berfirman tentang Musa, 
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي – طه ﴿١٤﴾
Artinya: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Qs Thaha ayat:14).
Allah berfirman tentang Ismail,
وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّـلاَةِ وَالزَّكَـاةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِ مَرْضِيّاً – مريم ﴿٥٥﴾
Artinya: “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Qs Maryam ayat: 55).
Allah berfirman tentang Ibrahim,
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ – ابراهيم ﴿٤٠﴾
Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim 40).
Allah berfirman tentang Nabi Muhammad,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا – طه ﴿١٣٢﴾
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Qs Thaha ayat132).
Dan masih banyak lagi hikmah shalat yang tidak bisa dituturkan dalam ringkasan kitab fiqih ini. Wallahu’alam

Shalat Janazah

Shalat Janazah


3- Shalat Janazah
Shalat atas mayat hukumya fardhu kifayah secara ijma’ menurut hadist yang diriwayatkan dari jabir bin Abdullah ra ia berkata:
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ, أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” إِنَّ أَخَاكُمْ النَّجَاشِيَّ قَدْ مَاتَ ، فَقُومُوا فَصَلُّوا عَلَيْهِ (رواه مسلم)
Dari Imron bin Hushain ra, bahwa Rasulallah saw bersabda ”sesungguhnya saudara kalian An-Najasyi telah meninggal dunia, mari kita bersama men-shalatkanya” (HR Muslim)
Syarat Shalat atas mayat
- Suci dari hadast besar dan kecil
- Suci badan, pakain dan tempat dari najis
- Menutup aurat
- Menghadap kiblat. Jadi tidak sah seseorang melakukan shalat atas mayat tanpa melaksanakan syarat-syarat tersebut. Syarat syarat ini harus dilakukan olehnya, karena yang dilakukan adalah shalat. Dan kata shalat (sembahyang) telah disebut Allah dalam Al-Quran tentang shalat atas mayat:
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ – التوبة ﴿٨٤﴾
”Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (Qs at-Taubah ayat: 84)
- Dan disyaratkan pula mayat yang akan disholatkan harus sudah dimandikan
Rukun Shalat Atas Mayat
1- Niat sewaktu melakukan takbiratul ihram,  sebagaimana niat shalat yang lain. Yang terpenting dalam niat adalah menyebutkan keinginan menyolati atas mayat (laki-laki, perempuan, anak-anak atau amwat – lebih dari satu mayat), tanpa harus menyebutkan nama si mayat.
2- Berdiri bagi yang mampu berdiri. Hal ini sama dilakukan seperti dalam melakukan shalat lima waktu
3- Bertakbir 4 kali takbir dan takbiratul ihram termasuk salah satu dari empat takbir
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى أَصْحَمَةَ النَّجَاشِيِّ، فَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا‏.‏ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadist Rasulallah saw dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw shalat atas Ashhamat an-Najasyi, maka beliau bertakbir empat kali” (HR Bukhari Muslim)
4- Membaca surat Fatihah setelah takbir pertama.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قَالَ : لِيَعْلَمُوا أَنَّهَا سُنَّةٌ (رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas ra: ia melakukan shalat atas jenazah, maka ia membaca surat Fatihah. Ia berkata: ”Ketuahuilah sesungguhnya itu adalah sunah (sunah Nabi yang harus diikuti)” (HR Bukhari).
Sedang menurut riwayat secara umum: “bahwa tidak sah shalat bagi yang tidak membaca surat al-Fatihah
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ (الشيخان)
Dari Ubadah bin As-Shamit, Rasulallah saw bersabda: “Tidak sah shalat bagi yang tidak membaca surat al-Fatihah”  (HR Bukhari Muslim)
5- Membaca shalawat atas Nabi saw dan keluarganya setelah takbir kedua
عَنْ أَبُوْ أُمَامَةَ بن سَهْل رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّ السُّنَّةَ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْجِنَازَةِ أَنْ يُكَبِرَ الْإِمَامُ ، ثُمَّ يَقْرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ بَعْدَ التَّكْبِيرَةِ الْأُولَى سِرًّا فِي نَفْسِهِ ، ثُمَّ يُصَلِّيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَيُخْلِصَ الدُّعَاءَ لِلْمَيِّتِ فِي التَّكْبِيرَاتِ ، لَا يَقْرَأَ فِي شَيْءٍ مِنْهُنَّ ، ثُمَّ يُسَلِّمَ سِرًّا فِي نَفْسِهِ (الشافعي و البيهقي)
DariAbu Umamah bin Sahl ra: Sesungguhnya salah seorang sahabat Nabi saw telah dikabarkan kepadanya: Yang menjadi sunnah dalam shalat jenazah adalah imam bertakbir (yang pertama) lalu membaca Al-Fatihah secara pelan, kemudian (pada takbir kedua) bershalawat kepada Nabi saw, kemudian (pada takbir ketiga) mendoakan jenazah. Tidak boleh membaca Al-Qur`an kecuali pada takbir yang pertama. Kemudian mengucapkan salam secara pelan” (HR asy-Syafi’i, al-Baihaqi)
Cara yang afdhol dalam rangkaian shalawat adalah sebagai berikut :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْت عَلَى سَيِّدِِنَا إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِِنَا إبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْت عَلَى سَيِّدِِنَا إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِِنَا إبْرَاهِيمَ فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْد.
6- Membaca do’a atas mayat setelah takbir ketiga
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ الدُّعَاءَ (أبو داود و ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda: “Jika kalian shalat atas mayat maka berikhlaslah dalam do’a baginya” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah)
Sedikitnya do’a atas mayat membaca (Allahuma-ghfir lahu allahuma-rahmhu), dan sempurna do’a sesuai dengan riwayat dari Auf bin Malik ra,
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ : صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْ دُعَائِهِ وَهُوَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ: حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ (رواه مسلم)
ia berkata: Rasulallah saw shalat atas jenazah, Aku hafal do’a yang dibacakan Rasulallah saw bagi janazah. Beliau berdo’a:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُولَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ
(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air, salju, dan air yang sejuk, dan bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Gantilah rumahnya -di dunia dengan rumah yang lebih baik di akhirat serta gantilah keluarganya di dunia dengan keluarga yang lebih baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka). Sampai- sampai aku berharap menjadi mayat karena doa Rasulallah saw (HR Muslim)
7- Mengucapkan salam setelah takbir keempat seperti salam dalam shalat lainya
عن علي رضي الله عنه قال قال رسول الله اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطُّهُورُ ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ (حسن أبو داود و الترمذي)
Dari Ali ra., Rasulallah saw bersabda: “Kunci shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan tahlilnya adalah taslim.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dengan isnad shahih)
Sunah Sunah Shalat Atas Mayat
- Shalat dilakukan dengan 3 shaf.
عَنْ مَالِكِ بْنِ هُبَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيُصَلِّي عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ صُفُوفٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا َأَوْجَبَ أَيْ: إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ بِشَفَاعَتِهِمْ وَبِدُعَائِهِمْ لَهُ (حسن أبو داود و الترمذي)
Dari Malik bin Hubairah ra, Rasulallah saw bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal lalu ia disolati oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan ia diampuni.” – yaitu wajib baginya surga karena doa-doa mereka(HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi)
- Jika janazahnya laki- laki, maka posisi imam harus berada tepat lurus di muka kepala mayat. Jika janazahnya perempuan, maka posisi imam berada tepat lurus di tengah tengah tubuh mayat (pantat mayat).
عَنْ أَنَس بْن مَالِك أَنَّهُ صَلَّى عَلَى رَجُل فَقَامَ عِنْد رَأْسه , وَصَلَّى عَلَى اِمْرَأَة فَقَامَ عِنْد عَجِيزَتهَا , فَقَالَ لَهُ الْعَلَاء بْن زِيَاد : أَهَكَذَا كَانَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَل ؟ قَالَ : نَعَمْ (حسن أبو داود والترمذي)
Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik ra sesungguhnya ia menyolati jenazah seorang lelaki, ia berdiri di bagian yang lurus dengan kepala jenazah dan jenazah seorang wanita ia berdiri pada posisi tengah jenazah. Al-’Ala` bin Ziyad berkata: “(Wahai Anas!) apakah demikian Rasulullah saw menyolati jenazah wanita berdiri pada posisi tengannya dan janazah laki-laki beliau berdiri di bagian yang lurus dengan kepalanya?” Anas menjawab: “Iya” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi – hadits hasan)
- Mengangkat kedua tangan ketika takbir empat kali, sejajar dengan bahu dan setelah itu meletakkannya dibawah dada dan diatas pusar sebagaimana dalam shalat yang lain. Dan semua bacaan dilakukan dengan secara pelan-pelan (sirr) walaupun shalat janazah dilakukan di malam hari.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بن سَهْل رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : السُّنَّةُ فِيْ الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يَقْرَأَ فِيْ التَّكْبِيْرَةِ الْأُوْلَى بِأُمِّ الْقُرْآنِ مُخَافَئةً، ثُمَّ يُكَبِّرَ ثَلَاثًا، وَالتَّسْلِيْمُ عِنْدَ الْآخِرَةِ (النسائي بإسناد على شرط الصحيحين)
Dari Abu Umamah bin Sahl ra, ia berkata: “Tuntuan sunah dalam shalat janazah adalah membaca pada takbir pertama Ummul Qur’an (Fatihah) dengan pelan (sirr), kemudian bertakbir tiga kali dan mengucapkan salam di akhir” (HR Nasa’i)
- Membaca ta’awudh (a’udhubillah) sebelum fatihah
Allah berfirman:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ – النحل ﴿٩٨﴾
 “Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Qs An-Nahl ayat: 98)
- Tidak membaca do’a iftitah setelah takbir dan pula tidak membaca surat al-Qur’an setelah al-Fatihah,  hal ini karena secara prinsip, shalat janazah itu dikerjakan secara ringkas dan cepat
- Disunahkan membaca do’a lainnya sebagai tambahan bagi mayat setelah takbir ketiga. Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, rasulallah berdo’a atas janazah:  

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا، وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا، وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا، وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا، اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلإِيْمَانِ
Artinya: “Ya Allah ampunilah orang yg masih hidup di antara kami dan orang yg sudah meninggal, orang yg sekarang ada dan orang yg tdk hadir,  anak kecil di antara kami dan orang dewasa,  lak-lali  dan perempan  kami. Ya Allah siapa yg engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa yg engkau wafatkan di antara kami maka wafatkanlah dia di atas iman. (HR Ahmad, Abu Dawud)

- Jika mayat itu anak kecil belum dewasa (belum baligh) disunahkan setelah takbir ketiga medoakan kedua orang tuanya dengan membaca doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرْطًا لِأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَ ذُخْرًا وَ عِظَةً وَ اعْتِبَارًا وَ شَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ مَوَازِيْنَهُمَا وَ افْرِغِ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَ لاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ وَ لاَ تُحَرِِّمْهُمَا أَجْرَهُ
Artinya: Ya Allah jadikanlah anak ini sebagai pendahulu bagi kedua orang tuanya dan tabungan, simpanan, nasihat, itibar dan syafaat bagi keduanya, beratkanlah timbangan mereka di akhirat, berikanlah kesabaran di hati-hati mereka, janganlah dijadikan fitnah bagi mereka dan berikanlah bagi mereka pahalanya
عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : وَالسِّقْطُ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْعَى لِوَالِدَيْهِ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ (الحاكم على شرط البخاري)
Dari Mughirah bin Syu’bah ra, Rasulallah saw bersabda: “Anak yang mati keguguran disholatkan dan berdo’a bagi kedua orang tuanya dengan afiah dan rahmah” (HR al-Hakim)
- Membaca do’a setelah takbir keempat dengan do’a:
اللَّهُمَّ لاَ تُحَرِّمْنَا أَجْرَهُ وَ لاَ تَفْتِنـَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ  رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: Ya Allah berikanlah bagi kami pahalanya, janganlah dijadikan fitnah bagi kami sesudahnya, ampunilah kami dan dia ( mayat in)i. Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.
عَنْ عُبَيْدِ اللَّه بنِ أَبِي أَوْْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما أَنَّهُ كبَّر عَلَى جَنَازَةِ ابْنَةٍ لَهُ أَرْبَعَ تَكْبِيراتٍ ، فَقَامَ بَعْدَ الرَّابِعَةِ كَقَدْرِ مَا بَيْنَ التَّكْبيرتيْن يَسْتَغفِرُ لهَمَا وَيَدْعُو ، ثُمَّ قال : كَانَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَصْنَعُ هكذَا (صحيح الحاكم)
Dari Abdullah bin Abi Aufa  ra sesungguhnya ia shalat atas janazah anak perempuannya, ia berdiri setelah takbir yang keempat sejenak beristighfar untuk kedua orang tuanya dan berdo’a. Lalu ia berkata: demikianlah Rasulallah saw telah berbuat” (HR Shahih al-Hakim)

Mandi Junub (Al-ghuslu)

Mandi Junub (Al-ghuslu)


Mandi Junub (Al-ghuslu)
Mandi wajib atau mandi junub dalam bahasa Arab disebut al-ghuslu dan dalam ilmu fiqih ialah membasuh seluruh anggota tubuh dengan air disertai niat. Mandi Wajib dalam istilah lain disebut Mandi Junub biasanya ini dilakukan setelah berhubungan intim dengan pasangan hidup kita (suami istri), selain itu adapula saat setelah haid dan nifas bagi wanita, maka baginya wajib mandi
Yang Mewajibkan Mandi Junub
1; Bersetubuh
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا اِلْتَقَى الخِتَانَانِ وَجَبَ اْلغُسْلُ (رواه مسلم )
Dari Aisyah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda, “Jika dua alat kelamin telah bertemu, maka wajib mandi.” (HR Muslim).
2- Keluar mani dengan bersetubuh, bermimpi atau onani
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا اْلمَاءُ مِنَ اْلمَاءِ (رواه الشيخان)
Rasulallah saw bersabda, “Sesungguhnya air dari air” (HR Bukhari Muslim).
Maksud dari hadits trb ialah tidak wajib seseorang menggunakan air untuk mandi kecuali jika keluar air mani
3. Haid
Allah berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ – البقرة ﴿٢٢٢﴾

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (Qs al-Baqarah ayat: 222)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لِفَاطِمَةَ بِنْتِ أَبِي حُبَيْش : إِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي (رواه الشيخان)
Rasulallah saw berkata kepada Fatimah binti Abi Hubaisy “Jika datang haid maka tinggalkanlah shalat dan jika telah pergi maka mandilah dan shalatlah” (HR Bukhari Muslim)
4. Melahirkan (walaupun tidak keluar darah)
5. Nifas (darah setelah melahirkan)
Wajib Mandi Junub
1. Niat
لِمَا صَحَّ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits sebelumnya, Rasulallah saw bersabda: “Sesungguhnya setiap amal  perbuatan tergantung pada niatnya” (HR Bukhari Muslim)
2. Membasuh seluruh anggota tubuh dengan air
عَنْ جُبَيْر بْنِ مُطْعِمٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : تَذَاكَرْنَا الْغُسْلَ مِنْ الْجَنَابَةِ عِنْد رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ واله وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَنَا فَيَكْفِينِي أَنْ أَصُبَّ عَلَى رَأْسِي ثَلَاثًا ثُمَّ أُفِيضُ بَعْدَ ذَلِكَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِي  (رواه الشيخان)
Dari Jubair bin Muth’im ra, ia berkata: kami menyebutkan mandi janabah di sisi Rasulallah saw, maka beliau bersabda: Adapun aku maka cukup bagiku menyiram di atas kepalaku tiga kali, kemudian menyiram ke seluruh tubuhku. (HR Bukhari Muslim).
Sunah Mandi Junub
  • Membaca bismillah (bukan bermaksud membaca al-Qur’an) disertai dengan niat
  • Mencuci kedua telapak tangan
  • Menghilangkan najis (cebok)
  • Berwudhu dengan sempurna
  • Membasahi sendi sendi
  • Menyiram kepala lebih dahulu
  • Menyiram seluruh tubuh dengan mendahulukan bagian anggota yang kanan kemudian yang kiri
  • Melakukannya tiga kali-tiga kali
  • Menggosok tubuh
  • Kadar air yang digunakan untuk mandi tidak boleh kurang dari satu sha’.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنَّهُ قَدِ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاثَ حَفَنَاتٍ ، ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ (رواه الشيخان)
Dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah saw jika mandi junub, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan. Setelah itu berwudu seperti wudhu untuk shalat lalu mengguyurkan air dan dengan jari-jari beliau memasukan air ke selah-selah rambut sampai nampak merata ke seluruh tubuh. Kemudian beliau menciduk dengan kedua tangan dan dibasuhkan ke kepala tiga cidukan, kemudian mengguyur seluruh tubuh dan (terakhir) membasuh kedua kaki beliau. (HR Bukhari Muslim).
عَنْ سَفِيْنَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وآله  وَسَلَّمَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ (رواه مسلم)
Begitu pula hadits dari Safinah ra sesungguhnya Nabi saw mandi junub dengan wadah ukuran satu sha’ dan berwudhu dengan wadah ukuran satu mud (HR Muslim)
Keterangan (Ta’liq):
-          Mud yaitu takaran sepenuh dua telapak tangan orang laki-laki sedang, kurang lebih 0.6875 kg air = 0.6875 liter air.
-          Sha’ yaitu takaran 4 Mud, kurang lebih 2.75 kg air = 2.75 liter air, berlainan dengan 1 sha’ beras = 2.75 kg = kurang lebih 3.50 liter beras.
Jadi kalau Rasulullah saw mandi junub dengan menggunakan ukuran 1 Sha’ air dan berwudhu dengan ukuran 1 Mud air berdasarkan hadits Safinah ra di atas, maka dapat dibayangkan betapa hematnya beliau menggunakan air untuk mandi dan berwudhu.
Larangan Bagi Orang Junub
1. Shalat
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طهُوْرٍ (رواه مسلم)
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci” (HR Muslim)
2. Thawaf
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ إلَّا أَنَّ اللَّهَ أَبَاحَ فِيهِ الْكَلَامَ (رواه الترمذي و الحاكم الدارقطني)
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw dari Ibnu Abbas ra: “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” (HR Tirmidzi, Hakim, Darquthni)
3. Menyentuh Al-Qur’an, karena ia adalah kitab suci, maka tidak boleh disentuh atau dibawa kecuali dalam keadaan suci.
Allah berfirman:
لاَّ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ – الواقعة ﴿٧٩﴾
 Artinya: “tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” (Qs Al-Waqi’ah ayat:79) 
4. Membawa Al-Qur’an. Hal ini dikiyaskan dari menyentuh al-Qur’an
5. Membaca Al-Qur’an
عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ، وَلاَ الْحَائِضُ، شَيْئاً مِنَ الْقُرْآنِ (الترمذي و ابن ماجه و البهيقي و غيرهم وهو ضعيف)
Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar, Rasulallah saw bersabda “Janganlah orang junub dan wanita haid membaca sesuatu pun dari Al Qur’an (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Baihaqi dll, dhaif tapi bisa digunakan untuk pelengkap ibadah).
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي حَاجَتَهُ فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَلَمْ يَكُنْ يَحْجُبُهُ وَرُبَّمَا قَالَ : يَحْجُزُهُ عَنِ القُرْآنِ شَيْئٌ لَيْسَ الجَنَابةِ (حسن صحيح ابو داود و الترمذي والنسائي)
Hadits lainya dari Ali bin Abi Thalib ra sesungguhnya Rasulallah saw membuang hajatnya kemudian membaca al-Qur’an dan tidak menghalanginya dari pembacaan al-Quran, kemungkinan ia berkata: Bahwasanya menghalangi suatu dari membaca al-Qur’an selain junub (HR Abu Daud, Tirmizi, Nasai’, hadist hasan shahih)
6. Duduk di Masjid
Allah berfirfman
لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ – النساء ﴿٤٣﴾
 Artinya: “janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja” (Qs An-Nisa’ ayat:43)

Zakat dan Jenisnya

Zakat dan Jenisnya


BAB ZAKAT 
Zakat dalam bahasa artinya pembersihan, penumbuhan atau pengembangan dan dalam ilmu fiqih adalah pengambilan tertentu dari harta tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu dengan niat.
Zakat adalah rukun islam yang ketiga diwajibkan pada tahun kedua Hijrah atas orang yang cukup syarat syaratnya walau pun orang itu anak kecil atau gila. Dan bagi yang mengingkari zakat dikatagorikan kafir.
Allah berfirman:
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ – البقرة ﴿١١٠﴾
”Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.” (Qs al-Baqarah ayat: 110)
Perintah zakat yang di gandengkan dengan perintah sholat dalam Al Qur’an terdapat 82 kali. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan sholat dengan zakat
عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ أَعْرابِيًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَقالَ: دُلَّني عَلى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الجنة قَالَ: تَعْبُدُ اللهَ لا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقيمُ الصَّلاةَ المَكْتُوبَةَ، وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ الْمفْروضَة وَتَصُومُ رَمَضانَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ أَزِيدُ عَلى هذا فَلَمّا وَلّى، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلى هَذا (متفق عليه )
Dari Abu Hurairah ra: Ada seorang Arab kampung (’Araabi) mendatangi Nabi saw, lalu bertanya: “Tunjukkanlah kepadaku sebuah amalan, jika aku melakukannya aku masuk surga?”, beliau menjawab: “Beribadahlah kepada Allah, jangan menyekutukannya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, membayar zakat dan berpuasa pada bulan Ramadhan”. Orang Arab ini berkata: “Demi yang mengutus kamu dengan kebenaran, aku tidak akan menambah dari ini”. Ketika orang tersebut berpaling, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menginginkan melihat seseorang dari penghuni surga maka lihatlah orang ini”. (HR Muttafuqun ‘alih)

Jenis Zakat
1)     Zakat hewan ternak
2)     Zakat tsimar (tanaman) yaitu makanan pokok dan buah-buahan
3)     Zakat perhiasan dan uang kontan
4)     Zakat perdagangan
5)     Zakat emas dan perak
6)     Zakat fitrah

Zakat, Hak dan Haram

Siapa Berhak dan Haram Menerima Zakat


Orang Yang Berhak Menerima Zakat
Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat, baik zakat fitrah atau zakat mal, dan dibagikan kepada mereka sesuai dengan tartib (kebutuhan) yang tertera dalam al-qur’an. Karena Allah telah membuat sepasi antara golongan dan golongan dengan waw al-’athaf. Firman Allah:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ – التوبة ﴿٦٠﴾
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs at-taubah ayat: 60)
1- Al-fuqara’
Orang faqir (orang melarat) Yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak memiliki harta dan tidak mempunyai tenaga untuk menutupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Seumpama orang fakir adalah seumpama orang yang membutuhkan 10.000 rupiah tapi ia hanya berpenghasilan 3.000 rupiah. Maka wajib diberikan zakat kepadanya untuk menutupi kebutuhannya.
2- Al-Masakin
Orang miskin berlainan dengan orang faqir, ia tidak melarat, ia mempunyai penghasilan dan pekerjaan tetap tapi dalam keadaan kekurangan, tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Seumpama  orang miskin adalah seumpama orang yang membutuhkan 10.000 rupiah, tapi ia hanya berpenghasilan 7.000 rupiah. Orang ini wajib diberi zakat sekedar menutupi kekurangan dari kebutuhannya.
3- Al’amilin
yaitu amil zakat (panitia zakat), orang yang dipilih oleh imam untuk mengumpulkan dan membagikan zakat kepada golongan yang berhak menerimanya. Amil zakat harus memiliki syarat tertentu yaitu muslim, akil dan baligh, merdeka, adil (bijaksana), medengar, melihat, laki-laki dan mengerti tentang hukum agama. Pekerjaan ini merupakan tugas baginya dan harus diberi imbalan yang sesuai dengan pekerjaaanya yaitu diberikan kepadanya zakat
4- Almuallafah
yaitu yaitu orang yang baru masuk islam dan belum mantap imannya, terbagi atas tiga bagian:
  • orang yang masuk islam dan hatinya masih bimbang. Maka ia harus didekati dengan cara diberikan kepadanya bantuan berupa zakat
  • orang yang masuk islam dan ia mempunyai kedudukan terhormat. Maka diberikan kepadanya zakat untuk menarik yang lainya agar masuk islam
  • orang yang masuk islam jika diberikan zakat ia akan memerangi orang kafir atau mengambil zakat dari orang yang menolak mengeluarkan zakat.
5- Dzur- Riqab
Yaitu hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekan dirinya dari majikannya dengan tebusan uang. Dalam hal ini mancakup juga membebaskan seorang muslim yang ditawan oleh orang orang kafir, atau membebaskan dan menebus seorang muslim dari penjara karena tidak mampu membayar diah
6- Algharim
Yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan peribadi yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Orang ini sepantasnya dibantu dengan diberikan zakat kepadanya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam atau berhutang untuk kemaslahatan umum seperti membangun masjid atau yayasan islam maka dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أن صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا لِخَمْسَةٍ لِغَازٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتُصُدِّقَ عَلَى الْمِسْكِينِ فَأَهْدَاهَا الْمِسْكِينُ لِلْغَنِيِّ (حسن صحيح أبو داود)
Sesuai dengan sabda Nabi saw dari Abu Said Al-Khudri ra : ” Sedekah itu tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya kecuali lima sebab, orang yang berperang di jalan Allah, atau pengurus sedekah atau orang yang berhutang atau orang yang membeli sedekah dengan hartanya, atau orang kaya yang mendapat hadiah dari orang miskin dari hasil sedekah” (HR Abu Dawud, hadits hasan shahih)
7- Fi sabilillah (Almujahidin)
Yaitu Orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah) tanpa gajih dan imbalan demi membela dan mempertahankan Islam dan kaum muslimin.
8- Ibnu Sabil
yaitu musafir yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan bertujuan maksiat di negeri rantauan, lalu mengalami kesulitan dan kesengsaraan dalam perjalanannya

Niat zakat:
Setiap perbuatan harus didahulukan dengan niat. Begitu pula zakat harus diniati ketika akan mengeluarkannya, sesuai dengan hadist Nabi saw yang tersebut sebelumnya:
Niat zakat fitrah atau mal untuk diri sendiri:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِ (المَالِ) عَنْ نَفْسِي لِلَّهِ تَعَالىَ
Artinya: ”Saya niat mengeluarkan zakat fitrah (mal) saya karena Allah Ta’ala”
Niat untuk zakat fitrah orang lain:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِ (المَالِ) عَنْ  فُلاَنٍ أَوْ فُلاَنَةْ لِلَّهِ تَعَالىَ
Artinya: “Saya niat mengeluarkan zakat fitrah (mal) fulan atau fulanah karena Allah Ta’ala”

Golongan Yang Haram Menerima Zakat
Ada beberpa golonga yang tidak berhak (haram) menerima zakat dan tidak shah zakat jika diserahkan kepada mereka, antara lain sebagai berikut:
  • Orang kafir atau musyrik
  • Orang tua dan anak termasuk ayah, ibu, kakek, nenek, anak kandung dan cucu laki-laki dan perempuan
  • Istri, karena nafkahnya wajib bagi suami
  • Orang kaya dan orang yang mampu untuk bekerja
  • Keluarga Rasulullah saw yaitu Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Abdul Muttalib bin Rabiah bin Harks, sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu adalah kotoran manusia, sesungguhnya ia tidak halal (haram) bagi Muhammad dan bagi sanak keluarganya. (HR Muslim)

Senin, 24 Februari 2014

Ma'rifatullah

PENGERTIAN MA’RIFATULLAH & CIRI-CIRI MARIFATULLOH

Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAH
Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1. asma’ (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :
1. sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah,
2. ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
4. sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
5. berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
6. membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim. Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” QS. 35:28
Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu’ (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”

URGENSI MA’RIFATULLAH
a. Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). QS.47:12
b. Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
c. Dari Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
d. Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
e. Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.

SARANA MA’RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah adalah :
a. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah “ Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. QS 10:101, atau QS 3: 190-191
Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu’aim

b. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25

c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna (nama-nama yang terbaik) QS. 17:110
Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
“ Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” QS. 7:180

Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat ( mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.
Wallahu a’lam (diambil dari kumpulan artikel motivasi)




Bismillahirrahmaanirrahim, Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, Allahumma sholli 'alaa Muhammad Wa aali Muhammad, Ammaa Ba'du
Menurut Asy-Syaikh Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan (Sunan Kudus), siapapun yang tafakkur atau merenung secara mendalam akan menyadari bahwa semua makhluk sebenarnya menauhidkan Allah SWT lewat tarikan nafas yang halus. Jika tidak, pasti mereka akan mendapat siksa. 
Pada setiap zarrah (atomis), mulai dari ukuran sub-atomis (quantum) sampai atomis, yang terdapat di alam semesta terdapat rahasia nama-nama Allah. Dengan rahasia tersebut, semuanya memahami dan mengakui keesaan Allah. 
Allah SWT telah berfirman; "Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri atau pun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari." (QS. 13:15)
 


 Jadi, semua makhluk mentauhidkan Allah dalam semua kedudukan sesuai dengan rububiyah Tuhan serta sesuai dengan bentuk-bentuk ubudiyah yang telah ditentukan dalam mengaktualisasikan tauhid mereka. Lebih lanjut Sunan Kudus mengatakan bahwa sebagian ahli makrifat berpendapat bahwa orang yang bertasbih sebenarnya bertasbih dengan rahasia kedalaman hakikat kesucian pikirannya dalam wilayah keajaiban alam malakut dan kelembutan alam jabarut.

Sementara sang salik, bertasbih dengan dzikirnya dalam lautan qolbu. 
Sang murid bertasbih dengan qolbunya dalam lautan pikiran. 
Sang Pecinta bertasbih dengan ruhnya dalam lautan kerinduan. 
Sang Arif bertasbih dengan sirr-nya dalam lautan alam ghaib. 
Dan orang shiddiq bertasbih dengan kedalaman sirr-nya dalam rahasia cahaya yang suci yang beredar di antara berbagai makna Asma-Asma dan Sifat-sifat-Nya disertai dengan keteguhan di dalam silih bergantinya waktu. 
Dan dia yang hamba Allah bertasbih dalam lautan pemurnian dengan kerahasiaan Sirr al-Asrar dengan memandang-Nya, dalam ke'baqa'an-Nya.
Sunan Kudus membagi tauhid dalam konteks makrifatullah menjadi empat samudera makrifat, yaitu :
  1. Tauhid Af'al sebagai pengesaan terhadap Allah SWT dari segala macam perbuatan. Maka hanya dengan keyakinan dan penyaksian saja segala sesuatu yang terjadi di alam adalah berasal dari Allah SWT.
  2. Tauhid Asma' adalah pengesaan Allah SWT atas segala nama. Ketika yang mewujud dinamai, maka semua penamaan pada dasarnya dikembalikan kepada Allah SWT. Allah sebagai Isim A'dham yang Maha Agung adalah asal dari semua nama-nama baik yang khayal maupun bukan. Karena dengan nama yang Maha Agung “Allah” inilah, Allah memperkenalkan dirinya.
  3. Tauhid Sifat adalah pengesaan Allah dari segala sifat. Dalam pengertian ini maka manusia dapat berada dalam maqam Tauhid as-Sifat dengan memandang dan memusyahadahkan dengan mata hati dan dengan keyakinan bahwa segala sifat yang dapat melekat pada Dzat Allah, seperti Qudrah (Kuasa), Iradah (Kehendak), ‘Ilm (Mengetahui), Hayah (Hidup), Sama' (mendengar), Basar (Melihat), dan Kalam (Berkata-kata) adalah benar sifat-sifat Allah. Sebab, hanya Allah lah yang mempunyai sifat-sifat tersebut. Segala sifat yang dilekatkan kepada makhluk harus dipahami secara metaforis, dan bukan dalam konteks sesungguhnya sebagai suatu pinjaman.
  4. Tauhid Dzat berarti mengesakan Allah pada Dzat. Maqam Tauhid az-Dzat menurut Sunan Kudus adalah maqam tertinggi yang, karenanya, menjadi terminal terakhir dari pemandangan dan musyahadah kaum 'Arifin. Dalam konteks demikian, maka cara mengesakan Allah pada Dzat adalah dengan memandang dengan mata kepala dan mata hati bahwasanya tiada yang maujud di alam wujud ini melainkan Allah SWT Semata.
Tauhid Af'al pada pengertian Sunan Kudus akan banyak berbicara tentang kehendak Allah SWT yang maujud sebagai ikhtiar dan sunnatullah manusia yaitu takdir. Apakah kemudian takdir yang dialami seseorang disebut baik atau buruk, maka itulah kehendak Allah sesungguhnya yang terealisasikan kepada semua makhluk yang memiliki kehendak bebas untuk memilah dan memilih, dengan pengetahuan terhadap aturan dan ketentuan yang sudah melekat padanya sebagai makhluk sintesis yang ditempatkan dalam suatu kontinuum ruang-waktu relatif.
Tauhid Af’al adalah Samudera Pengenalan, 
di samudera inilah salik sebagai pencari wasiat Allah harus mendekat ke pintu ampunan Allah untuk bertobat dan menyucikan dirinya, 
menyibakkan pagar-pagar awal dirinya dengan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya, 
mendekat kepada-Nya untuk menauhidkan-Nya, 
beramal untuk-Nya agar memperoleh ridha-Nya. 
Kalau saya proyeksikan ke dalam sistem qolbu yang diulas sebelumnya mempunyai tujuh karakteristik dominan, maka di Samudera Af'al inilah seorang salik harus berjuang untuk me-metamorfosis-kan qolbunya dari dominasi nafs ammarah, menuju lawwamah, menuju mulhammah, dan mencapai ketenangan dengan nafs muthma'innah.
Dalam Samudera Asma', maka hijab-hijab tersingkap dengan masing-masing derajat dan keadaannya. 
Ia yang menyingkapkan, sedikit demi sedikit akan semakin melathifahkan dirinya ke dalam kelathifahan Yang Maha Qudus memasuki medan ruh ilahiah-Nya (dominasi qolbu oleh ruh yang mengenal Tuhan). 
Samudera Asma' adalah Samudera Munajat dan Permohonan, 
difirmankan oleh Allah SWT bahwa “Dan bagi Allah itu beberapa Nama yang baik (al-Asma al-Husna) maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu." (QS. 7:180). 
Di samudera inilah salik akan diuji dengan khauf dan raja', keikhlasan, keridhaan, kefakiran, kezuhudan, dan keadaan-keadaan ruhaniah lainnya.
Di tepian Samudera Asma' adalah lautan kerinduan yang berkilauan karena pendar-pendar cahaya rahmat dan kasih sayang Allah. 
Di Lautan Kerinduan atau Lautan Kasih Sayang atau Lautan Cinta Ilahi, sinar kemilau cahaya Sang Kekasih menciptakan riak-riak gelombang yang menghalus dengan cepat, menciptakan kerinduan-kerinduan ke dalam rahasia terdalam. 
Lautan Kerinduan adalah pintu memasuki hamparan Samudera Kerahasiaan.
Tauhid as-Sifat adalah Samudera Kerahasiaan atau Samudera Peniadaan karena di samudera inilah semua makhluk diharuskan untuk menafikan semua atribut kediriannya sebagai makhluk, semua hasrat dan keinginan, kerinduan yang tersisa dan apa pun yang melekat pada makhluk tak lebih dari suatu anugerah dan hidayah kasih sayang-Nya semata, maka apa yang tersisa dari Lautan Kerinduan atau Lautan Cinta Ilahi adalah penafian diri. 
Apa yang melekat pada semua makhluk adalah manifestasi dari rahmat dan kasih sayang-Nya yang dilimpahkan, sebagai piranti ilahiah yang dipinjamkan dan akan dikembalikan kepada-Nya.
Siapa yang kemudian menyalahgunakan semua pinjaman Allah ini, maka ia harus mempertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Qolbu yang didominasi kerahasiaan ilahiah didominasi kerahasiaan sirr dengan suluh cahaya kemurnian yang menyemburat dari kemilau yang membutakan dari samudera yang paling rahasia sirr al–asrar yakni Samudera Pemurnian dari Tauhid az-Dzat.
Di tingkatan Tauhid az-Dzat segala sesuatu tiada selain Dia, inilah Samudera Penghambaan atau Samudera Pemurnian/Tanpa Warna sebagai tingkatan ruhaniah tertinggi dengan totalitas tanpa sambungan. Suatu tingkatan tanpa nama, karena semua sifat, semua nama, dan semua af’al sudah tidak ada. Bahkan dalam tingkat kehambaan ini, semua deskripsi tentang ketauhidan hanya dapat dilakukan oleh Allah Yang Mandiri, “Mengenal Allah dengan Allah”. Inilah maqam Nabi Muhammad Saw, maqam tanpa tapal batas, maqam Kebingungan Ilahiah. Maqam dimana semua yang baru termusnahkan dalam kedekatan yang hakiki sebagai kedekatan bukan dalam pengertian ruang dan waktu, tempat dan posisi. Di maqam ini pula semua kebingungan, semua peniadaan, termurnikan kembali sebagai yang menyaksikan dengan pra eksistensinya.
Ketika salik termurnikan di Samudera Penghambaan, maka ia terbaqakan didalam-Nya. Eksistensinya adalah eksistensi sebagai hamba Allah semata. Maka, di Samudera Penghambaan ini menangislah semua hati yang terdominasi rahasia yang paling rahasia (sirr al-asrar).
Aku menangis bukan karena cintaku pada-Mu dan cinta-Mu padaku,
atau kerinduan yang menggelegak dan bergejolak yang tak mampu
kutanggung dan ungkapkan.
Tapi, aku menangis karena aku tak akan pernah mampu merengkuh-Mu.
Engkau sudah nyatakan Diri-Mu Sendiri bahwa “semua makhluk akan
musnah kalau Engkau tampakkan wajah-Mu.”
Engkau katakan juga, “Tidak ada yang serupa dengan-Mu.”
Lantas, bagaimanakah aku tanpa-Mu,
Padahal sudah kuhancurleburkan diriku karena-Mu.
Aku menangis karena aku tak kan pernah bisa menyatu dengan-Mu.
Sebab,
Diri-Mu hanya tersingkap oleh diri-Mu Sendiri
Dia-Mu hanya tersingkap oleh Dia-Mu Sendiri
Engkau-Mu hanya tersingkap oleh Engkau-Mu Sendiri,
Sebab,
Engkau Yang Mandiri adalah Engkau Yang Sendiri
Engkau Yang Sendiri adalah Engkau Yang Tak Perlu Kekasih
Engkau Yang Esa adalah Engkau Yang Esa
Engkau Yang Satu adalah Engkau Yang Satu.
Maka dalam ketenangan kemilau membutakan Samudera Pemurnian-Mu,
biarkan aku memandang-Mu dengan cinta-Mu,
menjadi sekedar hamba-Mu dengan ridha-Mu,
seperti Nabi Muhammad yang menjadi Abdullah Kekasih-Mu.
 


 Penguraian tauhid yang dilakukan oleh Sunan Kudus memang didasarkan pada langkah-langkah penempuhan suluk yang lebih sistematis. Oleh karena, pentauhidan sebenarnya adalah rahasia dan ruh dari makrifat, maka dalam setiap tingkatan yang diuraikan menjadi Tauhid Af’al, Asma', Sifat dan Dzat, sang salik diharapkan dapat merasakan dan menyaksikan tauhid yang lebih formal maupun khusus, yang diperoleh dari melayari keempat Samudera Tauhid tersebut. Hasil akhirnya, kalau tidak ada penyimpangan yang sangat mendasar, sebenarnya serupa dengan pengalaman makrifat para sufi lainnya yakni pengertian bahwa ujung dari makrifat semata-mata adalah mentauhidkan Allah sebagai Yang Maha Esa dengan penyaksian dan keimanan yang lebih mantap sebagai hamba Allah.

(Wallaahu A'lamu Bish Shawwab)

Dasar Hukum Ma'rifatullah

dasar ilmu ma'rifat

hadist yang telah masyhur yang berbunyi"awwaluddien ma'rifatullah"artinya:-yang awal-awal di wajibkan di dalam hukum agama islam adalah mengenal akan hal keadaan ALLAH. Adapun lengkapnya maksud hadist itu di dalam ilmu ma'rifat adalah"mengenal akan hal keadaan allah dan mengenal akan keadaan muhammad rasulullah yang sangat di cintai itu.
ketahuilah bahwa allah yang di imani oleh tiap-tiap orang yang muslim adalah allah yang telah di habarkan oleh lisan muhammad rasulullah yang sangat di cintai itu,dan yang sangat mengetahui akan hal keadaan allah itu adalah muhammad rasulullah.
Ketahuilah bahwa allah itu di dalam ilmu ma'rifat ada 2 pengertian.
1. Bermakna"ismun kabir"artinya nama kebesaran segala puji atau nama jumlah segala puji yang 99
2. Bermakna"ismun ma'rifatulilmatlubi"artinya nama pengenal bagi hal yang di maksudkan oleh nama itu.
maka menurut penjelasan alQur'an bahwa allah itu adalah nama kebesaran puji bagiho. Bunyi ayat "lailaha illa huwa, lahul asma ulhusna"artinyatidak ada yang lainnya yang memiliki sifat ilaha yakni yang memiliki segala sifat yang maha sempurna lagi maha kuasa atas segala sesuatu melainkan ho, bagi ho itu lah nama-nama segala puji yang 99. Dan bunyi ayat"wahuwalladzi pissamaa'i ilahu, wapil ardi ilahu,wahuwal hakimul alim"artinyadan hanyalah kebesaran sifat ilmu dan hikmah hu yang telah nyata di dalam kejadian langit beserta isinya,dan telah nyata didalam kejadian bumi beserta isinya,dan huwa itu maha tingi hikmatnya dan ilmunya.
adapun hu itu di dalam ilmu bahasa di namakan"damir munpasil algaib"artinyahal keadaan yang maha esa lagi maha gaib. dan maknanya di dalam ilmu bahasa adalah DIA. Jadi hu allah bermakna DIA ALLAH yang maha esa.
adapun hu itu di dalam ilmu ma'rifat bermakna ain yakni ainullah,hal ke adaan allah yang di maksudkan dan yang sebenarnya di esakan.
Adapun ainullah itu menurut ketetapan pada kukum akal di namakan"dzatul bukhthi khalishul muthlaq"artinya
dzat yang maha esa sendirinya lagi maha suci,tidak ada yang lainnya besertanya. Maka itulah yang telah mashur di perpegangi oleh ahli-ahli tauhid dan itulah pula yang telah mashur di ajarkan kepada tiap-tiap muslim di negri kita ini.
Ketahuilah bahwa dzat itu di dalam ilmu bahasa adalah"ismun alamun"artinyanama yang umum bagi sesuatu yang di maksudkan,yaitu seperti di katakan daging atau ikan,maka masih belum jelas apakah daging apa Atau ikan apa Yang di maksudkan. oleh karena itu di dalam ilmu ma'rifat bahwa dzat itu adalah "ismun nakirah"artinyanama bagi sifat keadaan sesuatu yang belum jelas di kenal akan ke adaannya yang sebenarnya,yaitu seperti keadaan sinar yang terang,maka masih belum di kenal apakah itu matahari atau api.
Adapun dhamir dzat itu di dalam ilmu bahasa adalah hiya dan bukan huwa, oleh karena itu dzat di dalam ilmu ma'rifat adalah ismun nakirah yakni masih belum jelas akan ain yang sebenarnya,karena dzat itu adalah hiya, adapun damir allah di dalam ilmu bahasa adalah huwa,dan huwa itu di dalam ilmu ma'rifat yang tahqiq bermakna ain yakni hal keadaan allah yang sebenarnya di maksudkan,oleh karena itu telah di mantabkan oleh ulama-ulama ahli ma'rifat" la hia hua,la hia gairuhu"artinya_tidak lain hia atau dzat yang di maksudkan melainkan ^hua^ dan tidaklah hia atau dzat yang di maksudkan itu lain dari ^hua^ yakni ainullah. Kemudian ketahuilah bahwa kalimat dzat itu tidak ada di dalam alQur'an.. Jelasnya:di dalam alQur'an tidak ada kalimat dzat yang menerangkan bahwa dzat itulah ainullah,hanya yang ada adalah kalimat"dzat nakhli" yang bermakna sari upung kurma,dan "dzatushshudur"yang bermakna kata-kata yang tersimpan di dalam kalbi seseorang apakah maksud baik atau maksud jahat. Jadi perkataan dzat di dalam ma'rifat mubtadi itu adalah hijaan sementara pada ketetapan hukum akal.
Oleh karena itu yang sebenarnya di kenal di dalam ilmu ma'rifat adalah mengenal"hua"yakni ainullah..Jadi allah itu adalah nama kebesaran puji bagi "hua"dan adalah nama pengenal bagi "hua" yakni ainullah. Bunyi ayat"hua itu lah allah tidak ada yang lainnya yang telah sedia bersifat ilaha melainkan hua".Di dalam hadits telah di terangkan(tapakkaruupi khalqillah,wala tapakkaruupi dzatillah,painnakum lan taqdiruuqadrah) ketahuilah:halqillah itu di dalam ilmu bahasa adalah ismun mashdar yang bermakna himpunan segala sifat kesempurnaan yang telah sedia dahulu dari segala sesuatu,dan tidaklah bermakna: segala sesuatu yang telah di jadikan oleh allah..Maka makna hadits itu iyalah"pikirkan oleh kamu di dalam hal keadaan yang telah sedia dahulu dari sekalian ruh-ruh dan malaikat-malaikat dan segala sesuatu" dan janganlah kamu pikirkan di dalam hal keadaan dzat allah,karena bahwasannya jangkauan akal kamu tidak dapat kamu hinggakan sampai di mana hingganya. Jelasnya; khalqillah adalah asal segala sesuatu..Ketahuilah bahwa lan itu di dalam ilmu bahasa adalah memberikan pengertian bahwa tidak ada habis-habisnya atau tidak ada henti-hentinya, yakni selalu ada lagi dan ada lagi.Demikian lah kalau memikirkan akan hal keadaan dzat allah..Maka maksud hadits itu adalah sangat mudah, yaitu hanya menyuruh memikirkan di dalam hal keadaan yang telah sedia dahulu dari sekalian ruh-ruh dan malaikat-malaikat. Bahwa daripada khalqillah itulah telah terbit atau telah zhahir sekalian ruh-ruh dan malaikat-malaikat.
Adapun khalqillah itu di dalam paham ma'rifat yang tahqiq adalah mengandung sifat hayat,ilmu,kudrat dan iradat yang telah mena'luki atau telah menzhahirkan akan sekalian ruh-ruh dan malaikat-malaikat.


Sepakat para ahli Tasauf bahwa ma'rifat tidak akan sempurna dengan akal. Dalil mereka; bagi Allah adalah Allah semata. Menurut mereka jalan akal adalah jalan orang yang berakal  adalam kebutuhanya pada dalil, kerena akal adalah baru dan yang baru hanya kan menunjukan pada yang baru juga. Seorang pria bertanya pada Imam Annury: apa dalilnya Allah? Ia Jawab: Allah, Maka dimana fungsi akal? Ia jawab:Akal lemah, yang lemah hanya akan menunjukan pada yang lemah juga.




Bismillahirrahmanirrahim
Segala puja puji kepada Allah Swt yang telah mengangkat jiwa orang-orang yang suci dengan mujahadah[1], yang telah membahagiakan hati para wali dengan musyahadah[2], yang telah menghiasi lisan orang-orang mukmin dengan zikir, yang telah mengagungkan bisikan hati orang-orang  Arif (berpengetahuan pada Allah) dengan berfikir, yang telah menjaga khalayak hamba dari kerusakan, yang telah menahan segala kesulitan dari para ahli zuhud, yang telah menghindarkan orang-orang yang bertaqwa dari bayang-bayang syahwat, yang telah mensucikan ruh orang-orang yakin dari gelapnya keraguan, yang telah menerima semua amal perbuatan para manusia terpilih melalui do’a-do’a dan yang telah menguatkan tali kaum merdeka dengan ikatan yang kokoh.
Aku memuji-Nya dengan pujian mereka yang telah melihat tanda-tanda kekuasaan dan kekuatan-Nya, yang telah menyaksikan ke-Mahatunggalan dan wahdaniyah-Nya, yang telah mengetuk pintu-pintu rahasia-Nya dan kemuliaan-Nya, yang telah memetik buah dari sujud dan ketaatan-Nya. Aku mensyukuri-Nya dengan syukur mereka yang telah terbakar dan hanyut dalam aliran sungai kemuliaan dan pemuliaan-Nya.
Aku mengimani-Nya dengan iman mereka yang telah mengakui kitab-kitab-Nya, perintah-Nya, para nabi-Nya, para wali-Nya, janji-janji-Nya, ancaman-Nya, pahala dan azab-Nya. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Tunggal dan tak memiliki sekutu. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus untuk menghancurkan mata rantai kefasikan dan kerusakan moral, diutus untuk memporakprandakan golongan  pembangkang, diutus untuk memaksa orang-orang musyrik dan peragu, diutus untuk menolong para pengikut kebenaran dan kebaikan. Maka semoga keselamatan senantiasa Allah anugerahkan kepadanya dan para sahabatnya.

TANDA-TANDA

PENGETAHUAN TENTANG DIRI

Ketahuilah ! bahwa pengetahuan tentang  kimia kebahagiaan[3] yang bersifat dhohir tidak ada dalam perbendaharaan ilmu kaum awam kebanyakan, akan tetapi tersimpan dalam gudang ilmu para raja, demikian juga dengan  kebahagiaan. Ia hanya ada dalam gudang rahmat Allah Swt. Di langit sana tersimpan esensi (jawhar) para malaikat, dan di bumi tersimpan di hati para wali yang Arifbillah. Dan setiap orang yang mencari  ini tanpa bersandar hadrat kenabian[4], maka ia telah salah jalan dan semua daya upayanya tak lebih seperti uang dinar palsu. Ia kira dirinya kaya raya, tapi sebenarnya miskin di hari kiamat sebagaimana ditegaskan Allah Swt:
“Maka Kami singkapkan daripadamu tutup yang menutupi matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Q.S. Qaf [50]: 22).
Dari sekian rahmat Allah pada hamba-Nya, Dia telah mengutus seratus dua puluh empat ribu nabi untuk mengajarkan seluruh manusia tentang  naskah kimia ini, mengajarkan mereka bagaimana menjadikan hati sebagai tempaan mujahadah[5], mengajarkan bagaimana membersihkan hati dari budi pekerti yang buruk dan mengajarkan bagaimana mengendalikanya untuk menyusuri lorong-lorong kesucian, seperti dijelaskan Allah Swt:
“Dialah yang mengutus pada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kitab dan hikmah.” (Q.S. al-Jum’ah [62]: 2).
Yaitu mensucikan mereka dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat kebinatangan serta menjadikan sifat-sifat malaikat sebagai baju dan hiasan mereka.
Adapun maksud dari Kimia  ini adalah bahwa semua yang berhubungan dengan sifat-sifat negatif maka wajib menanggalkannya, dan semua yang berhubungan dengan sifat-sifat kesempurnaa maka wajib mengenakannya. Satu-satunya rahasia keberhasilan KIMIA KEBAHAGIAAN ini adalah kembali mundur dari keduniawian seperti ditegaskan oleh Allah Swt:
“Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.S. al-Muzammil [73]: 8).
Dan keutamaan  ini sangat banyak dan luas.

PASAL MENGENAI

PENGETAHUAN DIRI PRIBADI

Ketahuilah ! bahwa kunci mengetahui Allah (ma’rifah Allah) adalah mengetahui diri sendiri. Seperti firman-Nya:
“Kami akan memperlihatkan pada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami atas segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an adalah benar.” (Q.S. Fussilat [41]: 52).
Demikian pula sabda Nabi Saw:
“Siapa saja yang tahu akan dirinya, maka ia telah mengetahui Tuhannya.”
Tidak ada sesuatupun paling dekat denganmu kecuali dirimu sendiri. Maka jika kamu tidak mengetahui dirimu, bagaimana mungkin kamu bisa mengetahui Tuhanmu?
Jika kamu katakan bahwa aku telah mengetahui diriku, yang kamu tahu sebenarnya adalah diri bagian jasmani (anggota badan) yang terdiri dari tangan, kaki, kepala dan lainnya. Kamu tidak mengetahui apa yang tersimpan dalam batinmu, yang bila sedang marah, ia mendorongmu untuk bertengkar. Jika sedang bernafsu, ia mengajakmu kawin. Jika sedang lapar, ia memintamu makan, jika sedang haus, ia menuntutmu minum, dan hewan sangat mirip denganmu dalam hal ini. Maka itu, yang wajib Anda lakukan adalah mengenalkan hakikat pada dirimu hingga Anda tahu apa sebenarnya dirimu, dari mana kamu datang hingga sampai di tempat ini, untuk tujuan apa kamu diciptakan, dengan apa kamu bisa meraih kebahagiaan dan dengan apa kamu mendapatkan kepuasan.
Dalam jiwamu terkumpul berbagai macam sifat, diantaranya sifat-sifat binatang jinak, binatang buas, pun demikian sifat-sifat malaikat. Maka ruh adalah hakikat jauharmu yang paling esensial, lainnya adalah unsur asing dan kosong telanjang. Maka yang wajib kamu lakukan adalah mengetahui hal ini. Bahwa bagi sifat-sifat itu ada ransom makananya dan kebahagianya.
Kebahagiaan binatang jinak terletak pada makan, minum, tidur dan kawin, maka jika kamu merasa bagian dari mereka, kenyangkan perutmu dan puaskan kelaminmu. Kebahagiaan akan dirasakan binatang buas ketika mampu menyerang dan melumpuhkan mangsa, kebahagiaan setan terletak pada makar, kejahatan dan tipuan, maka jika kalian merasa bagian dari mereka, berbuatlah seperti yang mereka perbuat.
Kebahagiaan para malaikat, ketika mereka hadir mengalami indahnya hadrat kesakralan Tuhan, bagi mereka tak ada jalan sedikitpun untuk amarah dan syahwat. Jika Anda merasa bagian dari jauhar hakikat malaikat, berjuanglah mengenal asalmu sampai Anda tahu jalan menuju Hadrat Ilahiah(hadirnya kesakralan Tuhan), sampai Anda bisa menyaksikan Jalal-Nya(keagungan) dan Jamal-Nya(keindahan), sampai Anda mampu menjernihkan dirimu dari belenggu amarah dan syahwat, sampai Anda tahu untuk apa sifat-sifat ini menjadi bagian darimu. Allah Swt tidak menciptakan semua sifat itu agar mereka menawanmu, tapi Ia menciptakannya agar mereka menjadi tawananmu, agar bisa mendorongmu berjalan, yaitu kedua kakimu dan agar salah satunya bisa Anda jadikan tunggangan sedangkan lainnya sebagai senjata hingga Anda mencapai kebahagiaan. Jika Anda telah sampai pada tujuanmu, maka tekanlah ia di bawah kedua kakimu dan kembalilah ke tempat kebahagiaanmu. Tempat itu adalah rumah bagi para khawas (orang-orang khusus) yang menyaksikan Hadirat Ilahi (al-Hadrah al-Ilahiyyah), sedang rumah-rumah para awam adalah tingkatan-tingkatan dalam syurga. Anda sangat memerlukan dan mengerti makna-makna ini untuk bisa mengetahui sedikit saja tentang dirimu.
Dan barangsiapa yang tidak memahami pada makna-makna ini, maka ia hanya mendapat bagian kepingan-kepingannya saja, karena hakikat yang sebenarnya terhijab (tertutup) baginya.
Ed:1

PASAL MENGENAI HATI, JIWA & RUH

Jika Anda berkemauan mengetahui dirimu, maka ketahuilah ! bahwa Anda sebenarnya terdiri dari dua hal:
Pertama, hati, dan
Kedua yang disebut jiwa atau ruh. Jiwa atau ruh adalah hati yang biasa Anda sebut sebagai mata hati. Hakikatmu adalah yang batin, karena jasad yang tampak pertama sebenarnya merupakan yang terakhir, dan jiwa yang Anda sangka sebagai terakhir sebenarnya yang pertama, atau disebut hati.
Hati bukanlah sepotong daging yang terletak di dada sebelah kiri, karena itu hanya berlaku bagi binatang dan jasad mati. Segala sesuatu yang Anda lihat dengan mata dhohir adalah alam ini atau yang disebut alam syhadah. Sedangkan hakikat hati bukanlah bagian alam ini, tapi alam ghaib, dan hati dialam ini adalah hal asing. Potongan daging itu hanyalah wadahnya, semua anggota tubuh jasmanii adalah bala tentaranya, sedang ia adalah rajanya. Ma’rifah Allah (mengetahui Allah) dan musyahadah (menyaksikan) keindahan hadir-Nya adalah sifat-sifat hati, beban baginya dan perintah untuknya. Dari situ ia mendapatkan pahala dan siksa, kebahagiaan dan kepuasan mengikutinya, demikian ruh hewani pun senantiasa mengintainya dan selalu membuntutinya.
Mengetahui hakikat hati dan memahami sifat-sifat hati adalah kunci Ma'rifatullah (mengetahui Allah Swt). Maka Anda harus berjuang keras untuk mengetahuinya, karena ia adalah jauhar aziz (esensi mulia) bagian dari Jauhar Malaikat (esensi para malaikat) yang bahan dasarnya berasal dari Hadirat Ilahi, dari tempat itu ia datang dan ke tempat yang sama ia kembali.
Ed2

PASAL MENGENAI HAKIKAT HATI &RUH

Adapun pertanyaanmu apa hakikat hati, syari’ah tidak menjelaskannya secara panjang lebar kecuali dalam satu ayat:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.” (Q.S. al-Isra [17]: 85).
Karena ruh merupakan bagian dari kekuasaan ilahiah, yaitu dari ‘alam al-amr (kuasa perintah Tuhan) Allah Swt berfirman:
“Ingatlah, yang menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” (Q.S. al-A’raf [7]: 54).
Dengan demikian, pada satu sisi manusia merupakan bagian dari ‘alam al-khalq (alam ciptaan) dan pada sisi lain bagian dari ‘alam al-amr. Segala sesuatu yang bisa dikenai ukuran panjang lebar, kadar dan mekanisme adalah termasuk ‘alam al-khalq[6], namun hati tak memiliki ukuran panjang lebar dan ukuran tertentu. Oleh karena itu, ia tak menerima pembagian. Jika bisa dibagi, maka ia termasuk ‘alam al-khalq. Contohnya, dari sisi sifat bodoh, maka ia pun menjadi bodoh dan dari sisi sifat pintar, ia pun menjadi pintar. Namun segala sesuatu yang terdiri dari sifat bodoh dan pintar pada saat yang sama adalah mustahil. Dengan kata lain, ia bagian dari ‘alam al-amr, karena dalam ‘alam al-amr tidak berlaku ukuran panjang lebar dan ukuran tertentu.
Sebagian dari mereka mengira bahwa ruh bersifat qadim (awal), maka mereka telah salah. Sebagian lain berpendapat ruh adalah ‘ard (sifat), maka mereka pun salah, karena sifat tak pernah berdiri sendiri, tapi mengikuti yang lain.
Maka, ruh adalah asal anak Adam, dan hati adalah tempat tumbuhnya mereka. Jadi, bagaimana mungkin dia adalah sifat! Sebagian golongan mengatakan ruh adalah badan jamani, mereka juga salah, karena badan jasmani menerima pembagian.
Dan ruh yang sejak tadi kita sebut hati adalah media untuk mengetahui Allah. Oleh karena itu, ia bukan merupakan badan, juga bukan sifat, melainkan unsur esensi malaikat.
Mengetahui tentang ruh sangatlah sulit[7], karena agama tak memberi jalan sedikit pun. Dan agama tak memerlukan untuk mengetahuinya, sebab agama esensinya adalah kesungguhan (mujahadah), sedang ma’rifah (mengetahui) adalah tanda hidayah, sebagaimana firman-Nya:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Q.S. al-Ankabut [29]: 69).
Dan barangsiapa yang tidak bersungguh-sungguh, ia tidak boleh membahasnya atau mencari hakikat ruh. Dasar utama dari mujahadah adalah mengetahui tentara hati, karena manusia jika tidak mengetahui seluk beluk kemiliteran, ia tidak dibenarkan untuk berjihad.
Ed3

PASAL MENGENAI JIWA SEBAGAI KENDARAAN HATI

Ketahuilah ! bahwa jiwa adalah kendaraan hati, hati memiliki bala tentara, seperti dijelaskan Allah Swt:
“Dan tak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri.” (Q.S. al-Mudatstsir [74]: 31).
Hati diciptakan untuk pekerjaan alam akhirat, agar mendapatkan kebahagiaannya. Kebahagiaan hati adalah dengan mengetahui Tuhannya. Mengetahui Tuhannya bisa didapatkan melalui ciptaan Allah swt dari berbagai ‘alam-Nya. Keajaiban alam tak mungkin terlihat kecuali melalui panca indera, dan panca indera berasal dari hati yang mengambil jiwa sebagai sarananya. Kemudian dilanjutkan dengan mengetahui tehnis kerjanya dan jaringannya. Jiwa tak berfungsi kecuali dengan makan, minum, suhu panas dan kelembapan tertentu. Ia lemah saat dihampiri bahaya dari dalam, yaitu lapar dan haus, demikian juga saat melawan bahaya luar, seperti air dan api. Ia menghadapi banyak musuh.
Ed4

PASAL MENGENAI SYAHWAT & AMARAH

Anda juga perlu mengetahui adanya dua macam bala tentara, yaitu bala tentara bagian luar(dhohir) yang terdiri dari syahwat dan amarah, berikut tempat-tempatnya pada kedua tangan,kedua kaki, kedua mata, kedua telinga dan semua anggota badan. Sedangkan tentara bagian dalam terletak dalam otak kepala, yaitu daya khayal, daya pikir, daya hafal, ingatan dan bingung. Setiap kekuatan ini memiliki fungsi khusus, jika salah satunya lemah, maka kondisi manusia pun akan lemah dalam dua alam (dunia-akhirat). Satu bagian yang mencakup dua hal ini adalah hati dan ia adalah pemimpinnya. Jika hati menyuruh lidah menyebutkan sesuatu, maka ia akan menyebutkannya. Jika memerintahkan tangan untuk menyerang, maka ia akan menyerang. Jika menyuruh kaki untuk melangkah, maka ia pun akan melangkah. Demikian pula panca indera, hingga bisa menjaga diri agar tetap bisa menyimpan pahala untuk di akhirat, berfungsi secara baik, menyeselesaikan kontrak kerja dan menghimpun butiran-butiran kebahagiaan. Dan mereka semua tunduk dan patuh kepada perintah hati sebagaimana para malaikat yang tunduk dan patuh pada perintah Tuhannya dan tidak berani menentang perintahnya.
Ed5

PASAL MENGENAI MENGETAHUI HATI DAN

BALA TENTARANYA

Ketahuilah !, seperti dikatakan dalam pepatah terkenal; jiwa diibaratkan sebuah kota, kedua tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh sebagai lahannya, kekuatan syahwat sebagai walikotanya, amarah sebagai kendaraanya, hati sebagai rajanya dan akal sebagai perdana menterinya. Raja bertugas mengatur segenap aparatur agar kondisi kerajaan tetap stabil, karena sang walikota atau syahwat adalah pembohong, acuh tak acuh dan ambisius. Demikian pula kendaraan yaitu amarah teramat jahat, pembunuh dan perusak. Jika sejenak saja sang raja meninggalkan mereka dalam keadaan aslinya, mereka akan menguasai kota dan merusaknya. Maka sang raja wajib berkonsultasi pada sang menteri dan menjadikan sang wali dan bagian transportasi dibawah pengawasan sang menteri. Jika ia melakukan hal itu, maka kondisi kerajaan akan tetap stabil, dan kota akan makmur. Demikian juga hati juga bermusyawarah pada akal untuk menjadikan syahwat dan amarah di bawah kekuasaannya sampai kondisi jiwa menjadi stabil dan bisa mengantarkan pada sebab-sebab kebahagiaan, yaitu mengetahui Hadirat Ilahi ( Ma'rifat alhadrat al-ilahiyah).
Seandainya akal dalam kondisi di bawah kekuasaan amarah dan syahwat, maka jiwanya akan rusak dan hatinya tidak akan bahagia di akhirat kelak.
Ed 6

PASAL MENGENAI

AMARAH&SYAHWAT PEMBANTU JIWA

Ketahuilah ! bahwa syahwat dan amarah pembantu jiwa. Keduanya senantiasa menarik-nariknya, terus mempertahankan urusan makan, minum dan kawin sebagai media indera. Kemudian jiwa mempekerjakan indera sebagai jaringan akal dan mata-matanya, yang dengannya ia mampu menyaksikan kehadiran Allah Swt. Kemudian indera juga mempekerjakan akal, yaitu hati sebagai lentera dan lampu yang melalui cahayanya ia bisa melihat Hadrat Ilahiah . Dengan demikian, kenikmatan perut dan kemaluannya menjadi terhinakan. Kemudian akal juga memfungsikan hati, sebab hati diciptakan untuk memandang keindahan Hadrat Ilahiah. Barang siapa yang berdaya upaya dalam fungsi ini, maka ia adalah hamba yang sebenarnya, yang terlahir dari  al-hadrah al-ilahiyah, sebagaimana firman-Nya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. az-Zariyat [61]: 56).
Artinya, bahwa Kami telah menciptakan hati, memberinya  kerajaan dan memberinya pasukan tentara. Kami juga telah menjadikan jiwa sebagai kendaraannya hingga ia bisa berjalan dari alam ke-Tanah-an ke alam atas yaitu ‘Illiyin.
Maka jika berkeinginan melaksanakan hak anugerah kenikmatan ini, duduklah dalam kerajaannya, jadikan Hadrat al-Ilahiah sebagai kiblat dan tujuannya, jadikan akhirat sebagai tanah air dan akhir keputusannya, jadikan jiwa sebagai kendaraannya, dunia sebagai rumahnya, kedua tangan dan kaki sebagai pembantunya, akal sebagai menterinya, syahwat sebagai karyawannya, amarah sebagai angkutannya dan indera sebagai mata-matanya.
Masing-masing bagian itu adalah cerminan dari setiap alam yang menghimpun semua keadaan mengenai keadaan alam-alam lainnya. Daya khayal di bagian permukaan otak seperti seorang komandan yang bertugas menghimpun semua informasi para mata-mata. Daya hafal pada bagian tengah otak bagaikan pemilik peta yang bertugas menghimpun penggalan-penggalan dari tangan sang komandan yang kemudian disampaikan   kepada akal. Jika informasi-informasi ini sampai pada sang menteri, maka ia akan melihat keadaan kota yang sebenarnya.
Jika Anda melihat salah satu dari mereka melanggar, seperti syahwat dan amarah, maka Anda harus berusaha keras( bermujahadah) menaklukanya. Tidaklah mujahadah ini untuk membunuh syahwat dan amarah, sebab kerajaan tak akan bertahan tanpa keduanya. Jika Anda  melakukannya, maka Anda adalah orang yang berbahagia, yang telah melaksanakan urusan yang hak untuk dilakukan yaitu anugerah nikmat, wajib bagimu menghadiahkan sesuatu pada saatnya, jika tidak, maka Anda tidak akan bahagia, dikenai siksa dan diwajibkan bertaubat.
ed

PASAL MENGENAI

TIGA FORMASI KEBAHAGIAN

Kebahagiaan sempurna dibangun di atas tiga hal, kekuatan amarah, kekuatan syahwat dan kekuatan ilmu[8]. Tiga hal ini harus diseimbangkan agar kekuatan syahwat tidak muncul menguasai yang justru akan merusak anda. Demikian juga kekuatan amarah agar tidak menguasai dan membodohi, yang akan merusak dan mengahncurkan anda. Jika kedua kekuatan tersebut seimbang dengan adanya kekuatan keadilan dan keseimbangan, maka keduanya akan menuju pada jalan hidayah. Jika amarah semakin menguat, maka akan mudah pada terjadinya penyerangan dan pembunuhan, sebaliknya jika amarah melemah, maka kewaspadaan, ketentraman dalam agama dan dunia akan hilang. Namun jika diseimbangkan, yang akan muncul adalah kesabaran, keberanian dan kebijaksanaan.
Syahwat-pun demikian, jika semakin mendominasi, maka akan muncul adalah kejelekan dan kejahatan, sebaliknya jika syahwat melemah , maka akan menyebabkan kelemahan dan ketidakgairahan. Namun jika terkendali seimbang, yang ada adalah kesucian (‘iffah), kepuasan (qana’ah) dan sifat-sifat sejenis lainnya.
ed

PASAL MENGENAI HATI;PRILAKU JELEKNYA & BAGUSNYA

Ketahuilah ! bahwa hati dan bala tentaranya memiliki keadaan dan sifat-sifat yang sebagian disebut dengan budi pekerti buruk dan sebagian lain disebut budi pekerti terpuji. Budi pekerti terpuji akan mengantarkan pada kebahagiaan, dan akhlak buruk mengantarkan pada kehancuran dan siksa.
Semua ini terdiri dari empat jenis budi pekerti( akhlak). Yaitu: akhlak setan, akhlak binatang jinak, akhlak binatang buas dan akhlak malaikat. Perilaku jelek, yaitu makan, minum, tidur dan kawin adalah akhlak binatang jinak. Tingkah laku amarah pemukulan, pembunuhan dan pertikaian adalah akhlak binatang buas. Prilaku-prilaku jiwa seperti makar, penipuan, kecurangan dan hal lain sejenis adalah akhlak setan. Terakhir, kegiatan berfikir yang menghasilkan rahmat, ilmu dan kebaikan  adalah akhlak malaikat.
ed

PASAL MENGENAI

EMPAT HAKIKAT DALAM KULIT MANUSIA

Ketahuilah ! bahwa dalam kulit anak adam(manusia) terdapat empat hal, anjing, babi, setan dan malaikat. Anjing tercela dari segi sifatnya dan bukan dari bentuknya. Begitupun setan dan malaikat, hal-hal tercela dan keterpujianya[9] hanya pada sifat-sifatnya dan bukan pada bentuk atau prilakunya. Babi pun demikian, tercela dalam sifat-sifatnya bukan  pada bentuk dan tingkah lakunya.
Karenanya manusia diperintahkan untuk menyingkap gelapnya kebodohan dengan cahaya akal, agar terhindar dari segala macam fitnah. Seperti ditegaskan Rasul Saw:
“Tak seorangpun (dari manusia) kecuali memiliki setan, aku juga memiliki setan. Sungguh Allah telah menjagaku dari setanku hingga aku bisa menguasainya.”[10]
Demikian syahwat dan amarah seharusnya berada dibawah kendali akal, keduanya hanya boleh berbuat bergerak melakukan sesuatu dengan kendali akal. Maka jika seseorang berbuat demikian, ia benarlah baginya disebut berakhlak terpuji yaitu; sifat malaikat dan merupakan benih kebahagiaan. Jika melakukan kebalikannya, maka ia disebut berakhlak tercela yaitu sifat-sifat setan dan merupakan benih dari siksa.Dalam tidur ia akan melihat dirinya seakan berdiri terpasung menjadi budak anjing dan babi. Orang ini seperti lelaki muslim yang membawa beberapa muslim lainnya dan menahan mereka di penjara orang-orang kafir.
Bagaimana keadanmu jika nanti pada hari kiamat sang raja, yaitu akal, menahanmu dibawah kekuasaan syahwat dan amarah, yaitu anjing dan babi?
ed

PASAL MENGENAI EMPAT KONDISI MANUSIA PADA HARI KIAMAT

Ketahuilah ! bahwa manusia saat ini dalam bentuk anak Adam, esok saat makna-makna itu tersingkap, mereka pun keluar dalam bentuk menyesuaikan dengan makna masing-masing. Mereka yang dominan amarahnya, maka akan berdiri dalam bentuk anjing. Mereka yang dominan nafsunya, maka akan berdiri dalam bentuk babi, sebab bagaimanapun bentuk selalu mengikuti makna-makna. Seorang yang tertidur akan melihat semua yang ada dalam jiwanya. Demikian pula karena isi jiwa manusia teridentifikasi dalam empat hal di atas, maka ia harus mengintai setiap gerak-geriknya, diamnya dan mengenali diri termasuk bagian mana dari yang empat. Sifat-sifat itu ada dalam hati dan terus bertahan hingga hari kiamat, dan jika masih tersisa secuil kebaikan, maka itu adalah benih kebahagiaan. Sebaliknya jika yang tersisa adalah secuil kejelekan, maka ia pun merupakan benih dari siksa. Manusia tak akan pernah berhenti bergerak dan diam, hatinya bagaikan kaca, akhlak tercela bagaikan asap dan kegelapan, jika menyentuhnya, maka seketika ia menggelapkan jalan menuju kebahagiaan. Akhlak terpuji bagaikan cahaya dan pancarannya, jika sampai pada hati, maka ia akan membersihkannya dari gelapnya kemaksiatan. Seperti sabda Rasul Saw:
“Ikutkanlah pada perbuatan jelek itu perbuatan baik yang akan menghapusnya.”[11]
Dan hati bisa jadi terang dan gelap, semua tak akan lolos kecuali mereka yang mendatangi Allah dengan hati yang pasrah.

PASAL MENGENAI KELEBIHAN MANUSIA ATAS BINATANG

Ketahuilah ! bahwa nafsu dan amarah yang ada bersama binatang juga terdapat pada anak Adam. Akan tetapi manusia diberi tambahan lain[12] sebagai bekal untuk memperoleh kemuliaan dan kesempurnaan. Dengan hal tersebut, ia bisa mengetahui Allah dan keindahan ciptaan-Nya. Dan dengan hal tersebut manusia bisa menyelamatkan dirinya dari kekuasaan nafsu dan amarah serta meraih sifat-sifat malaikat. Dengan demikian, manusia diberi sifat-sifat binatang jinak dan buas, yang semuanya ditundukka Allah untuk manusia. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah:
“Dia telah menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi semuanya.” (Q.S. al-Jasiyah [45]: 13).

PASAL MENGENAI

KEAJAIBAN HATI&

DUA PINTU HATI

Ketahuilah ! bahwa hati memiliki dua pintu ilmu, satu untuk mimpi-mimpi dan lainnya untuk ilmu sadar, yaitu pintu untuk ilmu realita (zahir). Saat manusia tertidur, pintu-pintu indera tertutup, dibukakanlah pintu bathin dan disingkapkan realitas alam ghaib dari alam malakut dan Lauh Mahfudz seperti cahaya yang terang benderang. Untuk menyingkapnya dibutuhkan semacam tafsir mimpi. Sedang ilmu yang dihasilkan dari realita (zahir) dikira oleh manusia akan memunculkan kesadaran diri, dan bahwa keadaan sadar lebih utama, meskipun sebenarnya ia tidak bisa melihat sesuatupun dari alam ghaib. Bagaimana pun sesuatu yang terlihat antara keadaan sadar dan tidur tetap lebih utama sebagai pengetahuan daripada apa yang terlihat melalui indera.

PASAL MENGENAI CERMIN HATI

Disamping itu, Andapun mesti tahu bahwa hati seperti cermin, Lauh Mahfudz pun demikian. Karena di dalamnya terdapat gambaran dari semua realitas (mawjudat). Jika Anda hadapkan cermin satu dengan lainnya, maka masing-masing gambar pada setiap cermin akan saling menghiasi yang lainnya. Demikian pula semua gambar (suwar) pada Lauh Mahfudz akan tampak dalam hati jika ia telah suci dari nafsu dunia. Jika masih disibukkan dengannya, maka alam malakut akan tetap tertutup. Jika pada saat tidur manusia tak terhubungkan dengan obyek indera, maka ia akan menyaksikan esensi (jawhar) alam malakut dan akan terlihat sebagian gambar yang ada pada Lauh Mahfudz. Jika manusia menutup pintu indera hanya sekedarnya, maka ia hanya memasuki dunia khayal. Karena itu, ia melihat sesuatu yang masih tertutupi pada bagian luarnya dan bukanlah hakikat murni yang tersingkapkan. Jika hati telah mati bersama si pemiliknya, maka pada saat itu tidak ada yang namanya khayal, dan tidak juga indera. Oleh karena itu, pada saat tersebut hati mampu melihat dengan tanpa keraguan ataupun khayalan. Dan ketika itu, diucapkan padanya:
“Maka penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.” (Q.S. Qaf [50]: 22).

 

PASAL MENGENAI HATI, ILHAM &ALAM MALAKUT

Ketahuilah! bahwa tak seorangpun dari anak Adam kecuali hatinya telah dimasuki sentuhan-sentuhan suci melalui jalan ilham, dan hal itu tidak masuk melalui indera, akan tetapi masuk dalam hati tanpa tahu dari mana asalnya, sebab hati termasuk alam malakut, dan indera tercipta untuk alam ini, yaitu alam al-mulk (alam kuasa). Karenanya ia menjadi penghalang jiwa dari menyaksikan alam malakut manakala tidak tersucikan dari aktifitas indera.

PASAL MENGENAI DIBALIK KETERBUKAAN HATI

Jangan Anda kira kelembutan ini hanya terbuka pada saat tidur dan mati saja, tapi ia pun terbuka saat sadar bagi mereka yang ikhlas berjihad, ikhlas melakukan riyadah (latihan) dan menyelamatkan diri dari kekuasaan nafsu, amarah, akhlak tercela dan perbuatan buruk. Jika ia duduk di tempat sepi dan mengosongkan dirinya dari dari aktifitas indera, kemudian membuka mata hati dan pendengarannya, menjalankan fungsi hatinya sebagai bagian dari alam malakut, terus menerus menyebut kalimat Allah, Allah, Allah, dengan hatinya dan dengan tidak dengan lidahnya sampai ia tak mendapatkan informasi dari dirinya dan alam sekitarnya sedikitpun, dan yang ia lihat hanyalah Allah[13], maka kekuatan itu akan terbuka, apa yang ia lihat disaat tidur, ia bisa lakukan pada saat sadar, yang tampak adalah ruh para malaikat dan para nabi, gambar-gambar bagus yang indah dan mulia, saat itu tersingkaplah kerajaan langit dan bumi. Ia bisa lihat semua yang tak bisa dijelaskan dan tak bisa digambarkan, sebagaimana sabda Rasul Saw:
“Dibentangkan padaku bumi, seketika kulihat ujung barat dan timur.”[14]
Allah Swt menjelaskan:
“Dan demikianlah Kami perlihatkan pada Ibrahim tanda-tanda keagungan Kami (yang terdapat) di langit dan bumi.” (Q.S. al-An’am [6]: 75).
Karena semua ilmu para nabi melalui jalan ini dan bukan melalui jalan indera, seperti ditegaskan Allah Swt:
“Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.S. al-Muzammil [73]: 8).
Artinya terputus dari segala sesuatu, penyucian diri dari segalanya dan terus memohon kesempurnaan pada-Nya, ini adalah jalan (tariq) kaum sufi zaman ini. Sedang cara pengajaran, adalah jalan (tariq) para ulama. Semua ini dirangkum dari jalan kenabian. Begitu juga ilmu para auliya’, sebab ilmu itu tertanam dalam hati mereka tanpa melalui perantara, yaitu dari Hadirat Ilahi sebagaimana firman-Nya:
“Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya di antara ilmu-ilmu dari sisi Kami.” (Q.S. al-Kahfi [18]: 65).
Jalan ini tidak akan dipahami tanpa melalui latihan, dan jika tak dihasilkan dengan rasa, maka ia pun tak bisa dihasilkan melalui pengajaran[15]. Yang seharusnya dilakukan adalah mempercayainya hingga kita bisa mendapatkan kebahagiaan mereka, dan ini adalah sebagian keajaiban hati. Siapa yang tak melihat, ia tidak akan mempercayainya, seperti firman-Nya:
“Yang sebenarnya mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.” (Q.S. Yunus [10]: 39), dan firman-Nya:
“Dan ketika mereka tidak mendapat petunjuk dengannya (Alqur’an) maka mereka berkata:
“Ini adalah dusta yang lama.” (Q.S. al-Ahqaf [46]: 11).

PASAL MENGENAI SEMUA MANUSIA BERHAK ATAS RAHASIA KETUHANAN

Jangan Anda mengira semua ini khusus untuk para nabi dan para wali saja, sebab esensi anak Adam dari asal penciptaannya memang untuk tujuan ini, seperti unsur besi agar dibuat cermin yang bisa digunakan untuk melihat gambaran alam, kecuali yang berkarat dan membutuhkan penyepuhan, atau besi kering yang membutuhkan pengecatan sebab sewaktu-waktu bisa patah. Demikian juga hati, jika nafsu dan kemaksiatan mendominasinya, maka ia tidak akan mencapai derajat ini. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasul Saw:
“Semua yang terlahir berada dalam fitrah (esensi) Islam.”,[16]
Allah berfirman:
“Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Anda Tuhan kami).” (Q.S. al-A’raf [7]: 172).
Begitupun anak Adam, fitrahnya adalah mempercayai akan ketuhanan Allah, seperti dalam firman-Nya:
“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Q.S. ar-Rum [30]: 30).
Para nabi dan para wali adalah anak Adam, Allah berfirman:
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu.” (Q.S. Fussilat [41]: 6).
Setiap yang menanam pasti memetik, siapa saja yang berjalan, pasti sampai, siapa yang memohon, pasti akan mendapatkan. Permohonan tidak akan berhasil tanpa mujahadah – permintaan orang yang telah renta dan arif telah melalui jalan ini – jika dua hal ini berlaku pada seseorang, maka Allah telah berkehendak menganugerahinya kebahagiaan dengan hukum azali hingga ia mencapai derajat ini.

PASAL MENGENAI NIKMAT DAN KEBAHAGIAAN MANUSIA TERLETAK PADA MA’RIFAH ALLAH

Ketahuilah ! bahwa segala sesuatu memiliki rasa bahagia, nikmat dan kepuasan. Rasa nikmat akan diperoleh apabila ia melakukan semua yang diperintahkan oleh tabiatnya. Tabiat segala sesuatu adalah semua yang tercipta untuknya. Kenikmatan mata pada gambar-gambar indah, kenikmatan telinga pada bunyi-bunyi yang merdu, dan demikian semua anggota badan. Kenikmatan hati hanya dirasakan ketika mengetahui Allah (ma’rifah Allah), sebab ia diciptakan untuk melakukan hal itu. Semua yang tidak diketahui manusia, tatkala ia mengetahuinya maka ia akan berbahagia, seperti permainan catur, ketika mengetahuinya ia pun senang, jika ia dijauhkan dari permainan itu, maka ia takkan meninggalkannya dan tak akan sabar untuk kembali memainkannya. Begitu juga mereka yang telah sampai pada ma’rifah Allah[17], pun merasa senang dan tak sabar untuk menyaksikan-Nya, sebab kenikmatan hati adalah makrifat, setiap kali makrifat bertambah besar, maka nikmatpun bertambah besar pula.
Karenanya, ketika manusia mengetahui sang menteri, maka ia akan senang, lebih-lebih jika tahu sang raja, maka kebahagiaannya tentu lebih besar lagi.
Tak ada satu keberadaan pun di alam ini yang lebih mulia dari Allah Swt, sebab kemuliaan yang dimiliki, semua oleh sebab-Nya dan dari-Nya, semua keajaiban alam adalah karya-Nya, tak ada pengetahuan (ma’rifah)

PASAL MENGENAI

ALAM DAN SARIPATI MANUSIA

Ketahuilah ! bahwa jika anak Adam disarikan dari alam, padanya terdapat segala gambaran alam yang masih bisa kita temukan akarnya, sebab tulang-belulang ini seperti pegunungan, dagingnya seperti debu, bulu-bulunya bagaikan tumbuhan, kepalanya bagaikan langit, inderanya seperti bintang, penjelasan mengenai hal ini sangatlah panjang. Demikian bagian dalamnya pun menyimpan gambaran alam, sebab fungsi pencernaan yang ada dalam lambung mirip dengan seorang ahli masak. Kekuatan yang ada pada limpa sama dengan pembuat roti, kekuatan pada usus bagaikan tukang cukur, kekuatan yang memutihkan susu dan memerahkan darah bagaikan tukang sepuh, penjelasan mengenai hal ini cukup panjang, yang penting adalah hendaknya kamu mengetahui berapa banyak alam yang tersimpan bersamamu, yang terus sibuk melayanimu, sedang Anda malah mengabaikannya, dan mereka takpernah beristirahat, Anda bahkan tak mengenalnya dan tak bersyukur pada-Nya yang telah menganugerahkan semua itu untukmu.

PASAL MENGENAI PENGETAHUAN TENTANG KOMPOSISI JASAD BADAN DAN MANFAAT-MANFAAT ANGGOTA TUBUH

Ilmu ini sangatlah agung, kebanyakan manusia mengabaikannya, demikian juga ilmu kedokteran. Setiap mereka yang ingin melihat dirinya dan keajaiban karya Allah Swt dalam dirinya, membutuhkan minimal tiga sifat dari sfat-sifat ketuhanan.
Pertama, hendaknya mengethui bahwa yang menciptakan seseorang juga mampu membawanya pada kesempurnaan dan bukan pada sebaliknya, Ia adalah Allah Swt. Tak satu pun perbuatan di dunia yang lebih ajaib dari penciptaan manusia yang berasal dari air hina dan pembentukan fisik dengan bentuk yang sangat menakjubkan, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur.” (Q.S. al-Insan [76]: 2).
Maka untuk mengembalikannya setelah mati adalah lebih mudah lagi, sebab pengulangan selamanya lebih mudah daripada permulaan.
Kedua, pengetahuan tentang ilmu Allah Swt bahwa ia mencakup segala sesuatu. Sebab keajaiban dan keanehan ini tak mungkin ada kecuali dengan kesempurnaan ilmu.
Ketiga, hendaknya Anda tahu bahwa keramahan-Nya, rahmat-Nya dan perlindungan-Nya mengenai segala sesuatu, tak terbatas di saat Anda melihat tumbuhan, hewan dan kandungan bumi, semua berada dalam keluasan kuasa-Nya, bentuk yang baik dan warna yang indah.

PASAL MENGENAI URAIAN BENTUK MANUSIA MERUPAKAN KUNCI MENGETAHUI SIFAT-SIFAT KETUHANAN DAN TERMASUK ILMU MULIA

Yaitu pengetahuan tentang keajaiban karya-karya Ilahi, pengetahuan tentang keagungan dan kekuasaan Allah Swt, yang merupakan ringkasan (sari) dari pengetahuan hati. Ilmu ini begitu mulia, sebab berbicara tentang karya Ilahi, sebab jiwa bak kuda, akal sebagai penumpangnya dan keduanya terhimpun dalam kalimat penunggang kuda (joki). Siapa yang tak mengenal dirinya dan mengaku mengenal lainnya, maka ia seperti seorang lelaki bangkrut yang tak memiliki makanan sedikitpun untuk dirinya dan mengaku menafkahi orang-orang miskin di kotanya.

PASAL PENUTUP

Jika Anda mengetahui kemuliaan, kehormatan, kesempurnaan, keindahan dan keagungan setelah Anda menyadari bahwa esensi hati adalah esensi yang paling mulia, yang semua itu telah dianugerahkan kepadamu dan kelak akan ditarik kembali, dan Anda justru tidak memintanya, malah mengabaikannya dan menghilangkannya, maka Anda akan sangat menyesal pada hari kiamat. Berjuanglah untuk mendapatkannya, tinggalkanlah segala kesibukan duniawi! Dan segala kemuliaan yang tidak tampak di dunia, maka di akhirat kelak akan menjadi kebahagiaan, keabadian tanpa kefanaan, kekuasaan tanpa kelemahan, pengetahuan tanpa kebodohan, keindahan sekaligus keagungan.
Sedang hari ini, tak seorang pun yang lebih lemah darinya, sebab ia termiskin dan kekurangan, akan tetapi kemuliaan akan ia alami esok jika ia tancapkan pengetahuan tentang  kebahagiaan ini dalam inti hatinya, hingga ia bisa menyelamatkan dirinya dari perumpamaan binatang dan bisa mencapai derajat malaikat.
Jika ia kembali pada nafsu dunia, maka ia lebih memilih menjadi binatang pada hari kiamat, karena sebenarnya ia kembali ke asalnya yaitu tanah. Dan ia pun akan abadi dalam siksa.
Kami berlindung kepada Allah Swt dari semua itu, kami meminta pertolongan-Nya, sebab Ia sebaik-baik Pemelihara dan Penolong, dan rasa syukur ini untuk Alah Swt, Tuhan semesta alam. Semoga keselamatan senantiasa dianugerahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw dan keluarga berikut para sahabatnya.
The End



Berkata Ibnu atTo': akal adalah alat ibadah bukan bukan untuk memulyakan keTuhanan.